Rabu, 15 November 2017

MENGAPA KITA TIDAK MEMILIKI KECERDASAN SEKSUAL

Banyak yang bertanya kepada saya, mengapa kita tidak memiliki kecerdasan seksual? Atau mengapa kita belum memilikinya?
Ini adalah satu pertanyaan umum yang bisa saya jawab dengan logika sederhana dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals. Buku ini saya tulis setelah melakukan riset panjang selama 9 tahun tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Dan selama 3 tahun terakhir ini (2014-2017), saya melakukan riset di Bali sebagai miniatur berbagai budaya dunia yang menyuguhkan secara gratis berbagai model perilaku seksual yang menjadi objek penelitiannya tanpa harus keliling dunia.
Salah satu kesimpulannya sungguh mengejutkan. Bahwa ternyata manusia tidak memiliki Sexual Intelligence (SI) atau kecerdasan seksual ini. Akibatnya, kita selalu mengandalkan insting dalam seks, seksual dan seksualitas. Baik secara pemahaman, sebagai aktivitas maupun tujuan yang ingin capai.

Semua bentuk pendidikan sejak TK hingga universitas, serta berbagai kelas non formal pada akhirnya akan menciptakan standart IQ dan skill. Kemudian, IQ dan berbagai skill sebagai keunggulan individu ini pada akhirnya digunakan untuk  memudahkan aktivitas kerja untuk menghasilkan uang. Karena setiap manusia memiliki “kewajiban finansial” untuk bekerja. Artinya setinggi apapun ijasah dan gelarnya, pada akhirnya hanya akan digunakan dalam dunia kerja.
Lalu bagaimana manusia menjalani “kewajiban seksual”-nya?
Manusia ditakdirkan oleh Sang Maha Pecipta untuk hidup berpasang-pasangan agar bisa melahirkan keturunan selanjutnya di muka bumi ini. Inilah mengapa secara alami manusia akan berusaha untuk hidup berpasangan saat mulai memasuki usia seksual. Ini adalah proses yang alami, bahwa seks, seksual dan seksualitas akan menjadi aktivitas rutin pada saatnya.


Namun hingga saat itu tiba, ternyata kita tidak mendapatkan ilmu yang baik untuk menjalani takdir hidup berpasang-pasangan ini. Alasannya sungguh sangat klise, bahwa ini adalah ajaran yang tabu dan porno. Sungguh tidak layak untuk diajarkan. Dengan kata lain, kita diajarkan untuk mengikuti naluri untuk belajar sendiri. Belajarnya pacaran sendiri, belajarlah berumah tangga sendiri, belajarlah meraih kebahagiaan sendiri dan belajarlah untuk menyelesaikan masalah percintaan sendiri.
Sehingga manusia hidup dengan naluri. Karena tidak pernah mengembangkan kecerdasan untuk aktivitas percintaan yang berisi panduan kebersamaan yang baik yang memberikan batasan, arah dan tujuan yang jelas. Sebuah panduan yang jelas dan bisa diajarkan (tanpa pornografi) untuk generasi selanjutnya.
Kecerdasan itu kemudian saya sebut sebagai Sexual Intelligence (SI) atau kecerdasan seksual.
Inilah sebabnya mengapa cinta dan kebersamaan itu indah hanya indah diawal saja dan kemudian menjadi rumit seiring dengan berjalannya waktu. Maklum saja... kan hanya mengandalkan insting. Gak jelas pemahamannya, gak jelas perilakunya dan gak jelas tujuan yang ingin dicapai.
Kecerdasan seksual sebenarnya sama dengan kecerdasan yang lainnya yang harus dipelajari untuk digunakan sesuai aktivitas yang dilakukan. Misalnya, matematika dengan ilmu artitmatika; biologi, fisika dan kimia dengan ilmu eksakta yang baik; permesinan dengan ilmu mekanik. Lalu percintaan dengan ilmu apa?
Sebenarnya SI sudah ada secara terpisah-pisah dalam 7 bagian. Yaitu kecerdasan dalam aspek agama, biologis, klinis, psikososial, budaya, finansial dan perilaku.
Dalam aspek agama, setiap kitab suci telah mengajarkannya dengan sangat detail. Aspek biologis dan klinis, diajarkan melalui ilmu kedokteran. Aspek psikososial, diajarkan dalam ilmu psikologi. Aspek Budaya, diajarkan dalam setiap adat dan budaya setiap kelompok masyarakat yang khas. Aspek finansial, telah diajarkan sebagai kewajiban finansial dengan memanfaakan IQ dan skill untuk bekerja. Dan aspek perilaku merupakan gabungan dari semua aspek yang kemudian membentuk SI atau kecerdasan seksual.
Ketujuh aspek dalam SI sebenarnya adalah ilmu yang tidak mengandung pornografi jika mau diajarkan sesuai usia dan kebutuhannya. Namun anggapan tabu, porno dan tidak pantas jika berbicara tentang seks, seksual dan seksualitas, atau bahkan mengajarkanya inilah yang kemudian menghambat perkembangn kecerdasan seksual kita.
 Tapi namanya juga manusia, semakin dilarang ya.... semakin penasaran. Jadilah kita selalu mencari sendiri ilmunya dengan berbagai cara. Logikanya, jika salah mendapatkan ilmu, maka salah pula pengetahuan kita. Dan jika yang mengajari kita adalah orang yang sebelumnya belajar dari ilmu yang salah itu, maka kita sama salahnya dengan orang-orang sebelum kita.
Dalam buku Sexual Intelligence, saya juga mengatakan jika pelarangan ini sebagai awal dari Roda Pembodohan Seksual yang telah berlangsung sejak peradaban  manusia ini dibangun. Dan lucunya, kita tidak pernah menyadari jika kita tidak memiliki kecerdasan seksual ini. Sehingga, saya mengharapkan buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals ini bisa menjadi awal yang baik untuk memahami betapa pentingnya SI atau kecerdasan seksual dalam kebersamaan.

Baca juga: