Senin, 08 Januari 2018

MEMBACA PERCERAIAN AHOK DENGAN LOVOLOGY


Saat orang terkaget-kaget mendengar Ahok menggugat cerai Veronica Tan, saya sama sekali tidak kaget. Biasa saja. Karena saya membaca kejadian ini dengan Lovology. Begitu juga kejadian yang menimpa Azwar Anas yang juga mudah dibaca dengan Lovology.

Namun maaf. saya hanya akan membaca masalah ini dengan secuil bahasan dari Lovology kehebatan.

Salah satu ajaran paling mendasar dalam lovology adalah memahami love and relationship dengan dua wajah yang berbeda. Jangan naif dengan satu wajah saja. Karena percintaan dan kebersamaan memiliki wajah keburukan selain wajah kebaikan yang indah dan membahagikan. Dan selanjutnya, dua wajah yang berbeda ini akan bercabang lagi menjadi kelipatan dua dan seterusnya.
Inilah mengapa Lovology mengajarkan The Power of Sceptic. Melihat wajah keburukan lebih dahulu sebelum memuji wajah kebaikan setinggi langit. Atau setidaknya melihat dan memahaminya secara seimbang. Sekali lagi, jangan naif dengan satu wajah saja.

Tujuannya sangat positif lho….

Yaitu agar tidak terlalu syok saat keburukan itu ternyata tiba-tiba muncul. Sehingga mental dan psikis tetap terjaga dan stabil. Mental dan psikis yang stabil ini merupakan pondasi yang kuat untuk tetap mampu berpikir logis dan mengendalikan pola perilaku dalam mensikapi perbedaan antara harapan dan kejadian yang sebenarnya. Tentu saja karena sudah memperkirakannya lebih awal tanpa menghilangkan arti dari semua wajah kebaikan yang nampak.
Bahwa dalam semua keharmonisan keluarga yang kita lihat sebagai kesempurnaan, lovology mengajarkan untuk selalu melihat ketidaksempurnaan itu lebih awal. Atau ketika kita merasa bahwa kita adalah pasangan yang sempurna, pasti ada wajah ketidaksempurnaan didalamnya.
Lovology mengajarkan, bahwa pasangan bisa menjadi teman dalam selimut atau musuh dalam selimut. Karena orang yang paling bisa membahagiakan dan menyakiti kita adalah pasangan. Bukan orang lain.
Dalam perceraian Ahok, ternyata Ahok yang tegas itu sangat memahami lovology. Cara pandang Ahok yang lurus dan mengedepankan logika sangat membantu untuk menyelesaikan masalah love and relationship-nya dengan cepat. Sungguh saya sangat salut dengan keputusan perceraian ini.
Terjadi perselingkuhan atau tidak, Ahok memahami masalah dengan istrinya sebagai borok di kaki karena diabetes yang harus segera diamputasi. Karena jika tidak diamputasi sekarang, Ahok tidak mau diamputasi hingga pangkal pahanya.
Keputusan ini menjadi pelajaran bagi banyak pasangan yang sering menyembunyikan borok kebersamaan atau rumah tangganya dengan keharmonisan semu. Bahkan hingga borok itu menjalar keseluruh kakinya, mereka tetap tidak mau mengaputasinya. Karena menganggap borok itu aib yang harus disembunyikan.
Padahal ini bukan untuk menjaga aib pasangan. Tetapi untuk menjaga nama baiknya agar tetap terlihat sebagai orang yang hebat, sempurna dan tanpa cacat. LOVOLOGY KEHEBATAN bisa menjelaskan dengan sistematis tentang hal ini.
Inilah yang membuat saya salut dengan Ahok. Dia tidak perduli dianggap tidak hebat lagi karena bercerai dengan Veronica. Tidak tidak perduli tentang aib yang akan tersebar ke publik. Karena yang terpenting bagi Ahok adalah bagaimana menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat agar tidak menjadi borok bagi aspek lainnya yang masih bisa diselamatkan.

Satu pelajaran terhebat dalam masalah ini adalah “Mereka Yang Terlihat Hebat di Luar Rumah Ternyata Sering Kali Tidak Dianggap Hebat di Rumah”.



Minggu, 07 Januari 2018

Sempurnalah Anda Jika Memiliki IQ, SQ, EQ dan SI - 081221900599 WA


Pribadi yang sempurna itu ternyata tidak hanya bermodal IQ yang tinggi, SQ yang baik dan EQ yang stabil. Karena ada SI yang menjadi pelengkapnya. Keempat kecerdasan ini memiliki wilayah aktivitas dan goals yang berbeda. Lalu mengapa IQ, SQ dan EQ tidak sepenuhnya berhubungan dengan SI?
Dari sekian banyak jenis kecerdasan yang kita ketahui, setidaknya hanya tiga kecerdasan yang  selama ini dianggap menentukan kualitas pribadi dan keunggulan personal.  Yaitu IQ atau Intelligence Quotient, SQ atau Spiritual Quotient, dan EQ atau Emotional Quotient.
Sangking pentingnya, ketiga kecerdasan ini digunakan sebagai jargon keunggulan di berbagai lembaga pendidikan. Baik formal maupun non formal. Karena dianggap sebagai paket lengkap kecerdasan yang harus diberikan sejak dini.
Fungsi lembaga pendidikan pun menjadi berkembang. Tidak hanya meningkatkan IQ sesuai kurikulum pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan itu sendiri. Tetapi juga memberikan peningkatan SQ dan EQ. Bahkan hingga dewasa pun banyak lembaga pelatihan  yang memberikan upskiling IQ serta motivasi SQ dan EQ.
Namun tanpa disadari, IQ, SQ dan EQ – nya hanyalah keunggulan yang pada akhirnya lebih banyak digunakan untuk beraktivitas dan menemukan solusi terbaik dalam dunia pekerjaan. Karena pada akhirnya setinggi apapun pendidikan kita hanya akan digunakan untuk bekerja untuk mencapai Financial Goal.   
Ternyata tanpa disadari pula, masih ada ruang kecerdasan yang kosong sejak kita memasuki usia pubertas. Yaitu kecerdasan yang berhubungan dengan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan pubertas dan sebab-akibat selanjutnya. Setelah melakukan riset selama 9 tahun, saya menyebutnya sebagai SI atau Sexual Intelligence.
Sexual Intelligence (SI) bukanlah kecerdasan yang berbau pornografi hanya karena mengandung kata “seksual”. Karena SI telah menjadi sebuah kesadaran baru untuk menentukan masa depan yang lebih sempurna sejak remaja. Yaitu sebuah kehidupan yang bergelimang kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan. Atau sebaliknya, menjadi rusak masa depannya hanya karena perilaku seksual yang tidak ada batasan, arah dan tujuan yang jelas.
SI pada akhirnya akan digunakan dalam beraktivitas dan menemukan solusi terbaik dalam love and relationship. Karena kita harus menerima takdir untuk hidup berpasangan dan melahirkan keturunan selanjutnya sebagai salah satu dari Relationship Goal.
Artinya, kita menjadi sempurna bukan hanya karena keunggulan IQ, SQ dan EQ tetapi juga karena memiliki SI. Karena love and relationship tidak sepenuhnya berhubungan denganIQ, SQ dan EQ. Tentu saja kedatangan masa pubertas akan berjalan beriringan dengan masa pendidikan formal.
Inilah yang akan menjadikan kita sebagai pribadi yang sempurna. Ketika mampu beraktivitas sesuai dengan kecerdasannya. Karena pada dasarnya, manusia memiliki 4 aktivitas kehidupan yang harus dijalani dengan kecerdasan yang berbeda karena masing-masing  memiliki area aktivitas dan goals yang berbeda pula, yaitu:

Kehidupan Religi dengan SQ (Spiritual Quotient)
SQ merupakan kecerdasan untuk berhubungan dengan penilaian dosa dan pahala serta aktivitasnya sesuai agama dan kepercayaannya. SQ menjadi spiritual relationship antara sesama manusia dan dengan Sang Pencipta.

Kehidupan Finansial dengan IQ (Intelligence Quotient)
IQ merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan penilaian benar dan salah serta aktivitasnya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki setiap individu. IQ menjadi personal relationship untuk menggabungkan dan pengendalian berbagai ilmu pengetahuan .

Kehidupan Sosial dengan EQ (Emotional Quotient)
EQ merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan penilaian baik dan buruk serta aktivitasnya dalam berperilaku. EQ menjadi social relationship untuk pengendalian perilaku secara individu dan saat bersama subjek lainnya.

Kehidupan Percintaan dan Kebersamaan dengan SI (Sexual Intelligence)
SI merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan penilaian bahagia dan harmonis serta aktivitasnya dalam kebersamaan yang intim. SI menjadi intimate relationship untuk pengendalian diri dan pasangan atas batasan, arah , dan tujuan yang jelas.                                                                                                                                                                 

Sehingga sempurna dan bijaksanalah jika kita mampu beraktivitas dan membuat berbagai solusi permasalahan terbaik sesuai dengan kecerdasan yang tepat. Karena IQ, SQ, EQ, serta berbagai kecerdasan lainnya terbukti gagal jika harus dihadapkan dengan masalah love and relationship yang memang harus menggunakan SI. Karena memang IQ, SQ, EQ, dan berbagai kecerdasan lainnya tidak sepenuhnya berhubungan dengan SI.

Jumat, 05 Januari 2018

MENUNGGU FOTO MESUM AZWAR ANAS SELANJUTNYA


Saya sungguh tidak sepakat jika kedua paha mulus yang sedang dipeluk seorang pria yang mirip Aswar Anas itu memberitakan sebagai  foto mesum. Meskipun tangan kanan pria itu mengarah ke pantat dan tangan kirinya persis diujung kaki wanita itu. Meskipun kedua ujung kaki wanita itu juga menjulur hingga di atas kemaluannya. Meskipun di foto yang lain pria itu juga tidak mengenakan celana.
Karena di kedua foto itu tidak ada satupun aktivitas yang mempertontonkan pemuasan hasrat seksual. Baik salah satu atau keduanya. Sama sekali tidak ada. Yang ada hanyalah paha putih mulus dan seorang pria yang katanya mirip bupati Banyuwangi, Aswar Anas.
Tapi saya sepakat untuk menunggu foto-foto selanjutnya yang katanya mesum itu. Dan menjawab pertanyaan tentang siapakah wanita pemilik paha mulus itu? Kata pemberitaan media sih ini ada hubungannya dengan Asrilia Kurniati, istri Politisi Gerindra, Bambang Haryo. Jadi kita tunggu saja pemberitaan selanjutnya.
 Di artikel ini, saya tidak akan memberikan pembahasan tentang politik. Saya hanya akan membahas tentang perilaku seksual dan sebab-akibatnya. Sesuai dengan kopentensi saya sebagai Lolovog dan pakar (SI) sexual intelligence.
Bahwa secara tidak sadar, Aswar Anas memang mengakui itu foto dirinya. Dia mengatakan, “foto-foto lama yang dipublikasi untuk menjatuhkan pencalolannya sebagai cawagub di pilgub Jatim”. Jika itu memang benar dirinya, dalam lovology saya mengatakan itu sebagai sexual history.
Sexual history adalah perilaku seksual (baik dan buruk) yang pernah dilakukan di masa lalu. Sexual history memiliki kekuatan besar dalam membentuk citra seseorang di masa yang akan datang. Citra Inilah yang kemudian membentuk perubahan pola perilaku sebagai feedback. Secara khusus terjadi perubahan perilaku seksual dari pasanganya dan perilaku secara umum dari khalayak yang mengetahui tentang perilaku seksual dimasa lalunya.
Dalam sejarah kehidupan manusia, banyak sekali catatan tentang jatuhnya para pemimpin-pemimpin besar,  tokoh dan orang ternama yang disebabkan bukan karena kehebatan, IQ, SQ atau EQ-nya yang menurun. Tetapi karena sexual history yang buruk. Yang seketika itu langsung menjatuhkan semua kesempurnaan dan kehebatan yang pernah dimiliki. Citra positif yang ditunjukan kepada khalayak itu telah berubah menjadi citra negatif.

Masih ingat Mario Teguh yang kehilangan kehebatannya hanya dalam sekejab mata?

Lalu bagaimana nasib bupati saya, Aswar Anas? Saya juga LAROS lho pak....