Rabu, 20 Desember 2017

SUNAN KALIJAGA TIDAK HEBAT SAAT ANAKNYA BERMASALAH

Sumber foto: google.co.id 20/12/2017, keyword: masalah anak Sunan Kalijaga

Ada pelajaran berharga dari masalah perkawinan anak pengacara hebat Sunan Kalijaga. Pernikahan Salmafina dan hafiz muda, Taqy Malik, yang baru berjalan 3 bulan ini sepertinya akan berakhir dengan perceraian. Karena para orang tua sepertinya sudah mulai bergerak ke arah sana.

Manusia diperintahkan oleh Sang Maha Pencipta untuk menjalani takdir hidup berpasang-pasangan. Namun manusia sendiri lah yang tidak mampu menjadi kebersamaannya. Karena perceraian bukanlah takdir, tetapi sebuah pilihan saat keduanya sudah menjadi orang yang gagal. Termasuk juga menjadi kegagalan para orang tua.

Saya Bara Susanto, lovolog dan pakar SI (Sexual Intelligence) mencoba memberikan pemahaman yang sederhana tentang hubungan sebab-akibat dalam masalah ini.

Tentang saya, silahkan klik
Tentang Lovology, silahkan klik
Tentang SI, silahkan klik

Pelajaran berharga yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kehebatan, keunggulan dan kesempurnaan manusia selalu saja gagal menyelesaikan masalah percintaan dan kebersamaan. IQ pun menjadi jongkok ketika tidak mampu menemukan solusi terbaik yang diinginkan. Bahkan akan terlihat lebih jongkok ketika memaksakan kesepakatan yang tidak ingin disepakati lagi.

Awal pertemuan yang katanya hanya seminggu sebelum pernikahan, saya sebut sebagai fase pertama. Yaitu fase kesempurnaan, dimana masing-masing hanya melihat kesempurnaan pasangannya. Hingga akhirnya, Salmafina dan Taqy menikah. Kehebatan cinta dan indahnya kebersamaan hanya akan ada pasa fase ini. Sumpah.... bahagia banget.

Fase kesempurnaan ini bisa berubah sewaktu-waktu tanpa dibatasi oleh durasi waktu. Terbukti, pada bulan pertama, mereka telah memasuki menjadi fase kedua. Yaitu fase ketidak sempurnaan yang termaafkan. Mulai ada pertengkaran kecil hingga besar karena ketidaksepakatan. Dari beberapa pemberitaan, fase kedua ini mulai muncul saat mereka bulan madu di Swiss.

Pemicu ketidaksepakatan ini karena Salmafina  yang muda, cantik, tajir dan baru berhijrah ternyata tidak sempurna seperti yang Taqy diinginkan. Begitu juga sebaliknya, Taqy yang memukau pada awalnya karena seorang penghapal al-quran mulai menampakan keburukan yang ditangkap sebagai ketidaksempurna oleh istrinya. Mereka berdua sama-sama kecewa.

Hari ini, mereka telah memasuki fase ketiga. Yaitu fase ketidaksempurnaan yang tidak termaafkan. Masing-masing telah merasakan hal yang sama. Terbukti dengan adanya permintaan talak dari Salmafina dan diucapkannya talak oleh Taqy. Orang tua Taqy pun telah mendatangi rumah Sunan untuk membicarakan proses perceraian.

Kelar dah......

Janji Taqy, "Aku janji , akan bimbing kamu ke surga nya Allah sampai ajal menjemput kita.." yang tertulis di IG pada hari pernikahannya pun tidak akan pernah terwujud. Taqy dengan tingkat keagamaannya yang tinggi, hanya dalam 2 bulan, telah terbukti gagal membimbing istrinya ke surga. Bagaimana bisa agama gagal menjadi panduan dalam percintaan?  

Salmafina yang muda, tajir, mungkin juga punya banyak pengalaman berpacaran dan gaul abis karena se-geng dengan Awkarin,  ternyata gagal membuat suaminya bahagia. Mungkin ini cobaan dalam berhijrah. Tapi bagaimana bisa wanita yang terlihat sempurna gagal dalam hubungannya?

Dan Sunan Kalijaga menjadi pelajaran terbesar yang ingin saya sampaikan. Bahwa IQ, harta dan segudang kehebatannya ternyata tidak berguna saat menyelesaikan urusan percintaan anaknya?

Tidak ingin terlihat gagal menjadi orang tua sekaligus mertua, Sunan menulis caption di IG sebagai pesan kepada anak dan menantunya. Tentu saja huruf kapital dipilih sebagai bentuk stress non verbal.

“SAYA BERKOMUKIKASI DENGAN KALIAN LEWAT IG KARENA KALIAN TIDAK BISA BERKOMUNIKASI BAIK DENGAN KAMI SEBAGI ORANG TUA. KALIAN MAU PULANG UNTUK MENYELESAIKAN INI SEMUA ATAU MAU SAYA ANGGAP KALIAN SUDAH TIDAK PERLU BIMBINGAN ORANG TUA.....,” tulisnya.
Pada kolom komentar, Sunan juga menuliskan, “@taqy_malik SAYA PERCAYAKAN ANAK SAYA PADA KAMU UNTUK KAMU BIMBING....”

Sungguh saya tertawa melihat drama percintaan yang selalu dipaksa dengan IQ. Terlihat jelas, sebenarnya siapa sih yang tidak bisa dibimbing dan siapa yang tidak bisa membimbing?

Jadi mari kita bicarakan akar permasalah dari semua kegagalan ini dengan SI, bukan dengan IQ. Karena masalah percintaan tidak bisa diselesaikan dengan IQ. Melalui Lovology, saya bisa menjelaskannya dengan sangat sistematis. Untuk kemudian mencari solusi terbaik dengan memahami hubungan sebab-akibat dengan menggunakan SI yang selama ini belum banyak kita pelajari. Padahal berbagai kejadian dalam kehidupan manusia juga ditentukan oleh keunggulan kecerdasan seksualnya.

Titip salam ya.... untuk Sunan Kalijaga, jika perlu konsultan perkawinan untuk anaknya, jangan malu untuk mengubungi saya :-) Klik


Baca juga:

Minggu, 17 Desember 2017

MENGAPA AKU HARUS MEMBUNUHMU?


“Mengapa aku harus membunuhmu?” tanya dalam hati dengan penuh amarah sesaat sebelum membunuh kekasihnya.
“Mengapa!” teriaknya karena tidak bisa menemukan jawaban itu.
Teriakan itu dibalas dengan berontak tak berdaya dan tangis memohon ampun. Kemudian dia berkata lirih, hampir tak bersuara, “I love you”.
Entah setan mana yang menguasainya, karena sesaat kemudian, pisau itu benar-benar merobek lehernya dan kemudian terhujam sangat dalam di dada.
Hening......

Ditengah tangis penyesalan, tiba-tiba dia menemukan jawaban yang beberapa menit yang lalu ditanyakannya.
“Mungkin karena aku sendiri juga tidak mengerti jawabannya...”
“Jadi mengapa aku masih mencintaimu, mengapa kita masih bersama, untuk apa kita masih bersama dan mengapa engkau tak lagi bisa membuat ku selalu bahagia seperti dahulu?”

Mereka adalah pasangan yang terlihat sangat bahagia satu jam sebelumnya. Terlihat dari beberapa swafoto yang ter-upload di sosmed korban. Menghabiskan waktu dengan makan malam berdua sambil berpegangan tangan dan berpelukan mesra. Hingga akhirnya dalam perjalanan pulang, pesan dalam WA terakhir yang terbaca itulah yang menjadi penyebab pembunuhan itu.

Maaf...., kejadian diatas hanya khayalan saya semata. Namun sebenarnya hal ini adalah kejadian nyata yang sering kita lihat di berbagai media. Dua berita pembunuhan terakhir yang diberitakan di berbagai media ternyata dilakukan oleh pasangannya. Termasuk  berbagai kejadian kekerasan dengan atau tanpa pembunuhan yang selama ini juga terjadi. Pada umumnya bermotif asmara dan ketidakharmonisan bersama pasangan. Misalnya pemberitaan di detik.com bulan November dan Desember 2017;

Satu jam yang lalu mungkin kita adalah pasangan yang paling bahagia di bumi ini.  Namun sedetik kemudian salah satu diantaranya bisa menjadi orang pang paling menderita dan terus bercucuran air mata. Karena seseorang yang paling bisa membuat bahagia dan menderita adalah pasangan kita sendiri. Pasangan adalah orang terdekat dalam kehidupan kita yang bisa menjadi teman atau musuh dalam selimut. No once ever knows about this.

Pernyataannya mengapa cinta itu seperti perjudian? Kadang mendapatkan kebahagiaan dan sering juga mendapatkan penderitaan. Kapan dapat teman atau musuh dalam selimut. Kapan bisa sepakat atas berbagai hal dan kapan sudah tidak bisa sepakat, bahkan untuk hal yang paling sederhana sekalipun.

Berbagai kenyataan hidup yang berbeda dengan keinginan inilah yang menjadi sumber ketidaksepakatan. Misalnya, seseorang yang ternyata sudah tidak mencintai pasangannya lagi dan ingin untuk berpisah. Namun pasangannya tidak sepakat untuk berpisah, karena masih ingin hidup bahagia dan harmonis. Terjadilah perdebatan untuk mempertahankan keinginan masing-masing.
“Maaf, Aku ingin berpisah”
“Tidak! Aku tidak ingin berpisah. Kita seharusnya bisa bahagia seperti dulu”
“Ya... itu dulu dan itu sudah berlalu beberapa tahun yang lalu. Maaf, aku sudah tidak ingin bersama mu lagi”
“Mengapa? Aku masih bahagia bersama mu”
“Tapi aku tidak.....”

Akan selalu ada pertanyaan “mengapa” yang tidak pernah bisa terjawab dengan jelas dan sistematis. Akibatnya, terjadilah perdebatan kecil, besar, hingga ada kekerasan hanya untuk mencari jawaban atas “mengapa” dan memaksa untuk SEPAKAT.

Dan saat diujung ketidakkesepakatan. Kekerasan atau penyiksaan secara verbal, fisik, hingga terjadinya pembunuhan dianggap sebagai jalan terbaik untuk mencapai kebahagiaan yang hilang.  Otak terdangkal lah yang kemudian bekerja.  Sepakat atau tidak sama sekali!


Inilah bukti nyata jika IQ dan semua kehebatan manusia sama sekali tidak berhubungan cinta dan kebersamaan. Karena IQ selalu gagal untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan semua urusan percintaan. Tentu saja IQ bukanlah kecerdasan yang tepat untuk diandalkan dalam percintaan. Karena IQ pada akhirnya hanya digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas pekerjaan demi tercapainya financial goals. Sedangkan untuk relationship goals, kita tidak memiliki ilmunya. Sehingga satu pertanyaan mudah dalam kebersamaan bisa memusingkan seorang yang terlihat sangat hebat. Si Pintar pun menjadi sangat bodoh dalam urusan percintaan.

Berbagai pertanyaan dalam cinta dan kebersamaan yang belum pernah terjawab dengan jelas dan sistematis saya temukan setelah melalui riset selama 9 tahun. Riset saya tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Kesimpulan riset dan implementasi solusi atas potensi dan masalah yang kemudian saya tulis dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals dan Lovology (sedang dalam penyelesaian)

Bahwa hidup berpasang-pasangan membutuhkan ilmu yang tepat dan kecerdasan yang sesuai. Agar memiliki batasan, arah dan tujuan yang jelas sebagai panduan bagi setiap individu, pasangan dan keluarga untuk mengelola cinta dan kebersamaannya. Serta mampu meraih relationship goals dengan cara yang mudah, nyaman, aman dan memuaskan semua pihak.. Yaitu sebuah kehidupan yang bergelimang kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan.

Baca juga: