Minggu, 17 Desember 2017

MENGAPA AKU HARUS MEMBUNUHMU?


“Mengapa aku harus membunuhmu?” tanya dalam hati dengan penuh amarah sesaat sebelum membunuh kekasihnya.
“Mengapa!” teriaknya karena tidak bisa menemukan jawaban itu.
Teriakan itu dibalas dengan berontak tak berdaya dan tangis memohon ampun. Kemudian dia berkata lirih, hampir tak bersuara, “I love you”.
Entah setan mana yang menguasainya, karena sesaat kemudian, pisau itu benar-benar merobek lehernya dan kemudian terhujam sangat dalam di dada.
Hening......

Ditengah tangis penyesalan, tiba-tiba dia menemukan jawaban yang beberapa menit yang lalu ditanyakannya.
“Mungkin karena aku sendiri juga tidak mengerti jawabannya...”
“Jadi mengapa aku masih mencintaimu, mengapa kita masih bersama, untuk apa kita masih bersama dan mengapa engkau tak lagi bisa membuat ku selalu bahagia seperti dahulu?”

Mereka adalah pasangan yang terlihat sangat bahagia satu jam sebelumnya. Terlihat dari beberapa swafoto yang ter-upload di sosmed korban. Menghabiskan waktu dengan makan malam berdua sambil berpegangan tangan dan berpelukan mesra. Hingga akhirnya dalam perjalanan pulang, pesan dalam WA terakhir yang terbaca itulah yang menjadi penyebab pembunuhan itu.

Maaf...., kejadian diatas hanya khayalan saya semata. Namun sebenarnya hal ini adalah kejadian nyata yang sering kita lihat di berbagai media. Dua berita pembunuhan terakhir yang diberitakan di berbagai media ternyata dilakukan oleh pasangannya. Termasuk  berbagai kejadian kekerasan dengan atau tanpa pembunuhan yang selama ini juga terjadi. Pada umumnya bermotif asmara dan ketidakharmonisan bersama pasangan. Misalnya pemberitaan di detik.com bulan November dan Desember 2017;

Satu jam yang lalu mungkin kita adalah pasangan yang paling bahagia di bumi ini.  Namun sedetik kemudian salah satu diantaranya bisa menjadi orang pang paling menderita dan terus bercucuran air mata. Karena seseorang yang paling bisa membuat bahagia dan menderita adalah pasangan kita sendiri. Pasangan adalah orang terdekat dalam kehidupan kita yang bisa menjadi teman atau musuh dalam selimut. No once ever knows about this.

Pernyataannya mengapa cinta itu seperti perjudian? Kadang mendapatkan kebahagiaan dan sering juga mendapatkan penderitaan. Kapan dapat teman atau musuh dalam selimut. Kapan bisa sepakat atas berbagai hal dan kapan sudah tidak bisa sepakat, bahkan untuk hal yang paling sederhana sekalipun.

Berbagai kenyataan hidup yang berbeda dengan keinginan inilah yang menjadi sumber ketidaksepakatan. Misalnya, seseorang yang ternyata sudah tidak mencintai pasangannya lagi dan ingin untuk berpisah. Namun pasangannya tidak sepakat untuk berpisah, karena masih ingin hidup bahagia dan harmonis. Terjadilah perdebatan untuk mempertahankan keinginan masing-masing.
“Maaf, Aku ingin berpisah”
“Tidak! Aku tidak ingin berpisah. Kita seharusnya bisa bahagia seperti dulu”
“Ya... itu dulu dan itu sudah berlalu beberapa tahun yang lalu. Maaf, aku sudah tidak ingin bersama mu lagi”
“Mengapa? Aku masih bahagia bersama mu”
“Tapi aku tidak.....”

Akan selalu ada pertanyaan “mengapa” yang tidak pernah bisa terjawab dengan jelas dan sistematis. Akibatnya, terjadilah perdebatan kecil, besar, hingga ada kekerasan hanya untuk mencari jawaban atas “mengapa” dan memaksa untuk SEPAKAT.

Dan saat diujung ketidakkesepakatan. Kekerasan atau penyiksaan secara verbal, fisik, hingga terjadinya pembunuhan dianggap sebagai jalan terbaik untuk mencapai kebahagiaan yang hilang.  Otak terdangkal lah yang kemudian bekerja.  Sepakat atau tidak sama sekali!


Inilah bukti nyata jika IQ dan semua kehebatan manusia sama sekali tidak berhubungan cinta dan kebersamaan. Karena IQ selalu gagal untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan semua urusan percintaan. Tentu saja IQ bukanlah kecerdasan yang tepat untuk diandalkan dalam percintaan. Karena IQ pada akhirnya hanya digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas pekerjaan demi tercapainya financial goals. Sedangkan untuk relationship goals, kita tidak memiliki ilmunya. Sehingga satu pertanyaan mudah dalam kebersamaan bisa memusingkan seorang yang terlihat sangat hebat. Si Pintar pun menjadi sangat bodoh dalam urusan percintaan.

Berbagai pertanyaan dalam cinta dan kebersamaan yang belum pernah terjawab dengan jelas dan sistematis saya temukan setelah melalui riset selama 9 tahun. Riset saya tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Kesimpulan riset dan implementasi solusi atas potensi dan masalah yang kemudian saya tulis dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals dan Lovology (sedang dalam penyelesaian)

Bahwa hidup berpasang-pasangan membutuhkan ilmu yang tepat dan kecerdasan yang sesuai. Agar memiliki batasan, arah dan tujuan yang jelas sebagai panduan bagi setiap individu, pasangan dan keluarga untuk mengelola cinta dan kebersamaannya. Serta mampu meraih relationship goals dengan cara yang mudah, nyaman, aman dan memuaskan semua pihak.. Yaitu sebuah kehidupan yang bergelimang kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan.

Baca juga: