Rabu, 20 Desember 2017

SUNAN KALIJAGA TIDAK HEBAT SAAT ANAKNYA BERMASALAH

Sumber foto: google.co.id 20/12/2017, keyword: masalah anak Sunan Kalijaga

Ada pelajaran berharga dari masalah perkawinan anak pengacara hebat Sunan Kalijaga. Pernikahan Salmafina dan hafiz muda, Taqy Malik, yang baru berjalan 3 bulan ini sepertinya akan berakhir dengan perceraian. Karena para orang tua sepertinya sudah mulai bergerak ke arah sana.

Manusia diperintahkan oleh Sang Maha Pencipta untuk menjalani takdir hidup berpasang-pasangan. Namun manusia sendiri lah yang tidak mampu menjadi kebersamaannya. Karena perceraian bukanlah takdir, tetapi sebuah pilihan saat keduanya sudah menjadi orang yang gagal. Termasuk juga menjadi kegagalan para orang tua.

Saya Bara Susanto, lovolog dan pakar SI (Sexual Intelligence) mencoba memberikan pemahaman yang sederhana tentang hubungan sebab-akibat dalam masalah ini.

Tentang saya, silahkan klik
Tentang Lovology, silahkan klik
Tentang SI, silahkan klik

Pelajaran berharga yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kehebatan, keunggulan dan kesempurnaan manusia selalu saja gagal menyelesaikan masalah percintaan dan kebersamaan. IQ pun menjadi jongkok ketika tidak mampu menemukan solusi terbaik yang diinginkan. Bahkan akan terlihat lebih jongkok ketika memaksakan kesepakatan yang tidak ingin disepakati lagi.

Awal pertemuan yang katanya hanya seminggu sebelum pernikahan, saya sebut sebagai fase pertama. Yaitu fase kesempurnaan, dimana masing-masing hanya melihat kesempurnaan pasangannya. Hingga akhirnya, Salmafina dan Taqy menikah. Kehebatan cinta dan indahnya kebersamaan hanya akan ada pasa fase ini. Sumpah.... bahagia banget.

Fase kesempurnaan ini bisa berubah sewaktu-waktu tanpa dibatasi oleh durasi waktu. Terbukti, pada bulan pertama, mereka telah memasuki menjadi fase kedua. Yaitu fase ketidak sempurnaan yang termaafkan. Mulai ada pertengkaran kecil hingga besar karena ketidaksepakatan. Dari beberapa pemberitaan, fase kedua ini mulai muncul saat mereka bulan madu di Swiss.

Pemicu ketidaksepakatan ini karena Salmafina  yang muda, cantik, tajir dan baru berhijrah ternyata tidak sempurna seperti yang Taqy diinginkan. Begitu juga sebaliknya, Taqy yang memukau pada awalnya karena seorang penghapal al-quran mulai menampakan keburukan yang ditangkap sebagai ketidaksempurna oleh istrinya. Mereka berdua sama-sama kecewa.

Hari ini, mereka telah memasuki fase ketiga. Yaitu fase ketidaksempurnaan yang tidak termaafkan. Masing-masing telah merasakan hal yang sama. Terbukti dengan adanya permintaan talak dari Salmafina dan diucapkannya talak oleh Taqy. Orang tua Taqy pun telah mendatangi rumah Sunan untuk membicarakan proses perceraian.

Kelar dah......

Janji Taqy, "Aku janji , akan bimbing kamu ke surga nya Allah sampai ajal menjemput kita.." yang tertulis di IG pada hari pernikahannya pun tidak akan pernah terwujud. Taqy dengan tingkat keagamaannya yang tinggi, hanya dalam 2 bulan, telah terbukti gagal membimbing istrinya ke surga. Bagaimana bisa agama gagal menjadi panduan dalam percintaan?  

Salmafina yang muda, tajir, mungkin juga punya banyak pengalaman berpacaran dan gaul abis karena se-geng dengan Awkarin,  ternyata gagal membuat suaminya bahagia. Mungkin ini cobaan dalam berhijrah. Tapi bagaimana bisa wanita yang terlihat sempurna gagal dalam hubungannya?

Dan Sunan Kalijaga menjadi pelajaran terbesar yang ingin saya sampaikan. Bahwa IQ, harta dan segudang kehebatannya ternyata tidak berguna saat menyelesaikan urusan percintaan anaknya?

Tidak ingin terlihat gagal menjadi orang tua sekaligus mertua, Sunan menulis caption di IG sebagai pesan kepada anak dan menantunya. Tentu saja huruf kapital dipilih sebagai bentuk stress non verbal.

“SAYA BERKOMUKIKASI DENGAN KALIAN LEWAT IG KARENA KALIAN TIDAK BISA BERKOMUNIKASI BAIK DENGAN KAMI SEBAGI ORANG TUA. KALIAN MAU PULANG UNTUK MENYELESAIKAN INI SEMUA ATAU MAU SAYA ANGGAP KALIAN SUDAH TIDAK PERLU BIMBINGAN ORANG TUA.....,” tulisnya.
Pada kolom komentar, Sunan juga menuliskan, “@taqy_malik SAYA PERCAYAKAN ANAK SAYA PADA KAMU UNTUK KAMU BIMBING....”

Sungguh saya tertawa melihat drama percintaan yang selalu dipaksa dengan IQ. Terlihat jelas, sebenarnya siapa sih yang tidak bisa dibimbing dan siapa yang tidak bisa membimbing?

Jadi mari kita bicarakan akar permasalah dari semua kegagalan ini dengan SI, bukan dengan IQ. Karena masalah percintaan tidak bisa diselesaikan dengan IQ. Melalui Lovology, saya bisa menjelaskannya dengan sangat sistematis. Untuk kemudian mencari solusi terbaik dengan memahami hubungan sebab-akibat dengan menggunakan SI yang selama ini belum banyak kita pelajari. Padahal berbagai kejadian dalam kehidupan manusia juga ditentukan oleh keunggulan kecerdasan seksualnya.

Titip salam ya.... untuk Sunan Kalijaga, jika perlu konsultan perkawinan untuk anaknya, jangan malu untuk mengubungi saya :-) Klik


Baca juga:

Minggu, 17 Desember 2017

MENGAPA AKU HARUS MEMBUNUHMU?


“Mengapa aku harus membunuhmu?” tanya dalam hati dengan penuh amarah sesaat sebelum membunuh kekasihnya.
“Mengapa!” teriaknya karena tidak bisa menemukan jawaban itu.
Teriakan itu dibalas dengan berontak tak berdaya dan tangis memohon ampun. Kemudian dia berkata lirih, hampir tak bersuara, “I love you”.
Entah setan mana yang menguasainya, karena sesaat kemudian, pisau itu benar-benar merobek lehernya dan kemudian terhujam sangat dalam di dada.
Hening......

Ditengah tangis penyesalan, tiba-tiba dia menemukan jawaban yang beberapa menit yang lalu ditanyakannya.
“Mungkin karena aku sendiri juga tidak mengerti jawabannya...”
“Jadi mengapa aku masih mencintaimu, mengapa kita masih bersama, untuk apa kita masih bersama dan mengapa engkau tak lagi bisa membuat ku selalu bahagia seperti dahulu?”

Mereka adalah pasangan yang terlihat sangat bahagia satu jam sebelumnya. Terlihat dari beberapa swafoto yang ter-upload di sosmed korban. Menghabiskan waktu dengan makan malam berdua sambil berpegangan tangan dan berpelukan mesra. Hingga akhirnya dalam perjalanan pulang, pesan dalam WA terakhir yang terbaca itulah yang menjadi penyebab pembunuhan itu.

Maaf...., kejadian diatas hanya khayalan saya semata. Namun sebenarnya hal ini adalah kejadian nyata yang sering kita lihat di berbagai media. Dua berita pembunuhan terakhir yang diberitakan di berbagai media ternyata dilakukan oleh pasangannya. Termasuk  berbagai kejadian kekerasan dengan atau tanpa pembunuhan yang selama ini juga terjadi. Pada umumnya bermotif asmara dan ketidakharmonisan bersama pasangan. Misalnya pemberitaan di detik.com bulan November dan Desember 2017;

Satu jam yang lalu mungkin kita adalah pasangan yang paling bahagia di bumi ini.  Namun sedetik kemudian salah satu diantaranya bisa menjadi orang pang paling menderita dan terus bercucuran air mata. Karena seseorang yang paling bisa membuat bahagia dan menderita adalah pasangan kita sendiri. Pasangan adalah orang terdekat dalam kehidupan kita yang bisa menjadi teman atau musuh dalam selimut. No once ever knows about this.

Pernyataannya mengapa cinta itu seperti perjudian? Kadang mendapatkan kebahagiaan dan sering juga mendapatkan penderitaan. Kapan dapat teman atau musuh dalam selimut. Kapan bisa sepakat atas berbagai hal dan kapan sudah tidak bisa sepakat, bahkan untuk hal yang paling sederhana sekalipun.

Berbagai kenyataan hidup yang berbeda dengan keinginan inilah yang menjadi sumber ketidaksepakatan. Misalnya, seseorang yang ternyata sudah tidak mencintai pasangannya lagi dan ingin untuk berpisah. Namun pasangannya tidak sepakat untuk berpisah, karena masih ingin hidup bahagia dan harmonis. Terjadilah perdebatan untuk mempertahankan keinginan masing-masing.
“Maaf, Aku ingin berpisah”
“Tidak! Aku tidak ingin berpisah. Kita seharusnya bisa bahagia seperti dulu”
“Ya... itu dulu dan itu sudah berlalu beberapa tahun yang lalu. Maaf, aku sudah tidak ingin bersama mu lagi”
“Mengapa? Aku masih bahagia bersama mu”
“Tapi aku tidak.....”

Akan selalu ada pertanyaan “mengapa” yang tidak pernah bisa terjawab dengan jelas dan sistematis. Akibatnya, terjadilah perdebatan kecil, besar, hingga ada kekerasan hanya untuk mencari jawaban atas “mengapa” dan memaksa untuk SEPAKAT.

Dan saat diujung ketidakkesepakatan. Kekerasan atau penyiksaan secara verbal, fisik, hingga terjadinya pembunuhan dianggap sebagai jalan terbaik untuk mencapai kebahagiaan yang hilang.  Otak terdangkal lah yang kemudian bekerja.  Sepakat atau tidak sama sekali!


Inilah bukti nyata jika IQ dan semua kehebatan manusia sama sekali tidak berhubungan cinta dan kebersamaan. Karena IQ selalu gagal untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan semua urusan percintaan. Tentu saja IQ bukanlah kecerdasan yang tepat untuk diandalkan dalam percintaan. Karena IQ pada akhirnya hanya digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas pekerjaan demi tercapainya financial goals. Sedangkan untuk relationship goals, kita tidak memiliki ilmunya. Sehingga satu pertanyaan mudah dalam kebersamaan bisa memusingkan seorang yang terlihat sangat hebat. Si Pintar pun menjadi sangat bodoh dalam urusan percintaan.

Berbagai pertanyaan dalam cinta dan kebersamaan yang belum pernah terjawab dengan jelas dan sistematis saya temukan setelah melalui riset selama 9 tahun. Riset saya tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Kesimpulan riset dan implementasi solusi atas potensi dan masalah yang kemudian saya tulis dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals dan Lovology (sedang dalam penyelesaian)

Bahwa hidup berpasang-pasangan membutuhkan ilmu yang tepat dan kecerdasan yang sesuai. Agar memiliki batasan, arah dan tujuan yang jelas sebagai panduan bagi setiap individu, pasangan dan keluarga untuk mengelola cinta dan kebersamaannya. Serta mampu meraih relationship goals dengan cara yang mudah, nyaman, aman dan memuaskan semua pihak.. Yaitu sebuah kehidupan yang bergelimang kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan.

Baca juga: 

Selasa, 28 November 2017

HAK AZASI MANUSIA UNTUK MEMILIKI KECERDASAN SEKSUAL YANG TERPASUNG


Bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia pada 10 desember, saya Bara Susanto berani mengatakan jika hingga saat ini hak untuk memiliki Sexual Intelligence (SI) atau Kecerdasan Seksual masih saja terpasung. Hingga akhirnya kita hidup tanpa memiliki kecerdasan yang sangat penting dalam hubungan antar manusia yang ditakdirkan untuk berpasang-pasangan. Artinya, hingga saat ini, kita hidup dalam kebersamaan tanpa kecerdasan yang sesuai.
Karena semua bentuk pendidikan hanya akan membangun IQ, skill dan berbagai kecerdasan lainnya yang berakhir pada dunia kerja untuk menghasilkan uang. Artinya proses untuk mencapai financial goals telah terpenuhi.
Sedangkan untuk mencapai relationship goals masih saja sulit untuk tercapai. Tentu saja karena proses untuk membangun SI (Sexual Intelligence) tidak berjalan dengan baik. Karena berbagai model pendidikan untuk membangun kecerdasan seksual selalu saja dianggap tabu, porno dan tidak pantas untuk diajarkan.
Padahal manusia memiliki tiga kewajiban utama yang harus dijalankan dengan ilmu yang tepat. Pertama, beribadah kepada Sang Maha Pecipta. Kedua, bekerja untuk memenuhi kebutuhan finansial. Ketiga, menjalankan takdir hidup berpasang-pasangan dan memiliki keturunan selanjutnya.
Dari tiga hal ini, hanya kewajiban ketiga lah yang tidak dijalankan dengan ilmu yang tepat dan kecerdasan yang sesuai. Hingga akhirnya, untuk mencapai relationship goals dalam dalam 4 fase kebersamaan, kita selalu melakukannya dengan mata tertutup. Karena “cinta itu buta” ketika tidak memiliki ilmu dan kecerdasan seksual.
Tapi apakah benar-benar tidak ada ilmunya?
Sebenarnya ada. Detail Ilmunya pun sudah sangat jelas, namun masih terserak dan terpisah-pisah.
Misalnya dalam kitab suci yang sangat jelas mengatur batasan, arah dan tujuan dari seks, seksual dan seksualitas. Baik dalam definisi, aktifitas maupun hubungan sebab-akibatnya. Termasuk juga kitab karya tokoh-tokoh agama terdahulu. Dalam budaya setempat maupun hukum yang berlaku pun jelas ada. Secara klinis, ilmu kedokteran menjadi sumber ilmu pada aspek biologis. Dan masih banyak lagi.
Namun kata sakti “itu tabu” telah menjadi penyebab utama mengapa kita sendiri lah yang memasung pendidikan seksual itu sebagai bagian dari pornografi.  Saya menyebutnya sebagai “roda pembodohan seksual” yang terus diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Saat anak bertanya tentang hal yang berhubungan dengan seks, seksual atau seksualitas yang lebih detail, percayalah, para orang tua pasti akan menghentikan pertanyaan itu dengan kata ajaib “itu tabu”. Hanya sebagian orang tua saja yang mampu menjawabnya dengan sekedarnya. Sedangkan untuk jawaban yang lebih detail, akan berhenti dengan jawaban “nanti kamu juga tahu sendiri”.
Inilah sebuah kenyataan dari “roda pembodohan seksual” yang memasung hak kita untuk belajar dan membangun kecerdasan seksual sejak memasuki usia seksual. Akibatnya, saat menjalani hubungan pra nikah dan memasuki usia pernikahan, kita tidak memiliki kecerdasan seksual.
Jadi jangan heran jika manusia adalah makhluk yang paling rapuh jika harus didaparkan dengan berbagai masalah percintaan dan kebersamaan. Karena IQ, skill dan berbagai kecerdasan lainnya bukanlah kecerdasan yang bisa diunggulkan dalam cinta dan kebersamaan.
Lalu bagaimana cara untuk mendapatkan kembali hak untuk memiliki kecerdasan seksual ini?
Melalui buku Sexual Intelligence – Basic for RelationshipGoals, saya memberikan kunci untuk membuka pasung ini secara bersama-sama. Menggabungkan semua ilmu yang terserak untuk menjadikan sebagai kecerdasan yang layak untuk diajarkan. Karena kita semua berhak untuk memiliki SI (Sexual Intelligence) atau Kecerdasan Seksual ini.

Artikel ini berdasarkan riset Bara Susanto selama 9 tahun, tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”.

Tentang riset baca | Download riset Bara Susanto disini

RISET TENTANG KECERDASAN SEKSUAL - BARA SUSANTO - 081221900599 WA

Persis sembilan tahun yang lalu, saya mulai melakukan riset tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Awalnya riset ini memang saya lakukan secara bertahap disela-sela kesibukan pada 2009. Namun sejak akhir 2014, saya memutuskan untuk melakukan riset ini secara lebih serius di Kuta-Bali hingga 2017.

Selama tiga tahun di Bali inilah saya bisa mempelajari subjek dari berbagai negara dengan budaya dan perilaku seksual yang berbeda secara gratis. Jadi tidak perlu keliling dunia. Sehingga saya bisa memberikan sudut pandang yang lebih universal dalam kesimpulan akhir, solusi dan implementasi solusinya.

Ide dasar riset ini berawal dari pertanyaan yang selalu saya lontarkan, namun tidak ada yang mampu menjawabnya dengan pasti. Jawaban yang saya terima selalu saja berbelit-belit dan sistematis. Pertanyaan itu adalah, “Mengapa manusia yang ditakdirkan untuk hidup berpasangan namun tidak memiliki panduan yang jelas dalam cinta dan kebersamaan?”

Dulu saya sering mempertanyakannya kepada para ahli yang sangat kompeten dibidangnya. Jawabannya pun selalu sama saja. Tidak memuaskan, tidak pasti, berbelit-belit dan tidak sistematis. saya pun mengambil kesimpulan, jika mereka sendiri pun tidak juga mengerti.

Akhirnya saya menemukan asumsi dasar, mengapa manusia selalu mengatakan jika “cinta itu rumit” atau “cinta itu buta”. Tentu saja karena kita tidak memiliki panduan percintaan dan kebersamaan yang jelas. Jadi wajar saja jika masalah cinta dan kebersamaan membuat hidup ini semakin rumit saja. Sehingga sungguh sangat bijaksana jika semua aktivitas percintaan dan kebersamaan dilakukan dengan ilmu yang tepat.

“Untuk apa ilmu-ilmuan, gak perlu! Jika mau pacaran ya… pacaran aja. Jika mau menikah ya… menikah aja.” Ini adalah jawaban hampir sebagian besar orang.
Padahal cinta dan kebersamaan membutuhkan ilmu manajemen yang jauh lebih rumit dari mengatur sebuah perusahaan. Itulah sebabnya para CEO perusahan besar dengan bijaksana mengatakan, “jika mengatur perusahaan itu lebih mudah dari mengatur keluarga dirumah.”

Jadi mengapa manusia ditakdirkan untuk hidup berpasangan namun tidak berikan panduan yang jelas dalam cinta dan kebersamaan?

Lalu bagaimana cara untuk hidup bergelimang kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan ?

Hasil dari riset ini kemudian saya publikasikan melalui buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals dan Lovology untuk bisa menjawab dengan tepat dan sistematis. Tentang mengapa ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan perceraian, ada kesetiaan dan perselingkuhan, ada cinta kasih dan  saling menyakiti, dan mengapa ada kebahagiaan dan penderitaan  dalam percintaan. Dan masih banyak lagi.

Download riset Bara Susanto disini

Senin, 27 November 2017

Kajian Tentang Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan


Salam bahagia,

Pada Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini, saya ingin memberikan kajian untuk kekerasan terhadap perempuan berdasarkan riset saya selama 9 tahun tentang  “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”.

Download riset saya (berisi potensi, masalah, hubungan sebab-akibat, solusi dan implementasi solusi)

Dalam hal kekerasan terhadap perempuan, saya lebih fokus untuk membicarakan tindakan prefentif atau pencegahan. Bahwa berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan ternyata sangat-sangat  memungkinkan untuk dihindari sejak awal. Tidak hanya bagi wanita sebagai korban, tetapi juga bagi pria atau sesama wanita sebagai pelakunya. Sehingga kekerasan itu sungguh tidak perlu terjadi, atau mungkin bisa dihindari sebelum terjadi. Karena ternyata ada potensi kekerasan yang bisa perkirakan sejak awal.

Apa mungkin? Tentusaja sangat memungkinkan.
  
Maaf... jika saya mencermati dengan kaca mata yang berbeda. Bukan karena saya adalah seorang pria. Namun itu merupakan salah satu kesimpulan dalam riset saya. Bahwa berbagai bentuk kekerasan adalah “akibat” yang harus dipahami “sebab” awalnya.

Lalu apa sebab awalnya?

Potensi terbesar terjadinya kekerasan seksual selalu berada pada area kebersamaan yang intim, atau setidaknya antara korban dan pelaku telah saling mengenal. Inilah sebab yang paling mendasar. Karena hingga saat ini kita (pria, wanita atau yang merasa dirinya berbeda) belum memiliki ilmu tentang kebersamaan yang intim atau ilmu tentang love and relationship. Sebagai panduan yang memberikan batasan, arah dan tujuan yang jelas dari hubungan kebersamaan (baik intim maupun tidak).

Sembilan tahun merupakan waktu yang cukup panjang bagi saya untuk bisa memahami sebab-akibat dari berbagai kejadian dalam kebersamaan untuk kemudian membuat solusi yang tepat dari permasalahan ini. Bahkan hingga kini pun belum ada yang mempublikasikannya. Sehingga kita selalu saja heboh dan baru tertindak ketika sudah ada kejadian.

Mengapa kita tidak membuat solusi prefentif sebagai tindakan awal yang jauh lebih bijaksana dari pada tindakan pasca kejadian? Hingga akhirnya, saya akan lebih banyak mengambil bagian pada “pencegahan” ini.

Solusi itu kemudian saya publikasikan sebagai LOVOLOGY dan Sexual Intelligence (SI). Lovology adalah ilmu yang paling tepat untuk mempelajari tentang Love And Relationship Goals Management. Sedangkan Sexual Intelligence (SI) adalah kecerdasan yang paling sesuai untuk membentuk pola perilaku seksual dalam berbagai aktivitas dalam kebersamaan.

Sexual Intelligence (SI) inilah yang kemudian menjadi sebuah kesadaran baru setiap manusia yang ditakdirkan untuk hidup berpasang-pasangan. Bahwa setiap fase kebersamaan (ada 4 fase) harus dijalani dengan batasan, arah dan tujuan yang jelas. Dan saya sepakat, jika kekerasan seksual pada perempuan memang sudah melewati batasan, arah dan tujuan dari kebersamaan.  

Selengkapnya tentang Lovology dan Sexual Intelligence saya publikasikan dalam blog http://barasusanto.blogspot.co.id 

Silahkan kontak saya melalui:
Email   : barrasusanto@gmail.com
Mobile : +62 87862277709

Semoga bisa memberi manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Rabu, 15 November 2017

SEXUAL INTELLIGENCE ADALAH ...


Sexual Intelligence .... ?
Eehhmm ... artinya kan Kecerdasan Seksual ya? Betul gak sih ....

Benar sekali. Sexual Intelligence (SI) adalah Kecerdasan Seksual (KS) - jika diterjemahkan secara utuh - dalam bahasa Indonesia. Namun dalam hal penyebutan, Sexual Intelligence terdengar lebih keren daripada Kecerdasan Seksual. Jadi sebut saja  - SI - untuk Sexual Intelligence.
Hingga saat ini, memang masih belum banyak yang membahas tentang SI. Hanya ada beberapa pakar seks, sex therapist bersetifikat dan seksolog luar negeri yang sudah mulai membahasnya. Mereka pun sudah membicarakan tentang SI ini. Namun mereka hanya mampu deskripsikan SI sebagai kemampuan atau teknik untuk berhubungan seks semata. Dengan goal utama untuk meningkatkan kenikmatan dan kepuasan seks.
Akhirnya, SI saya publikasikan sebagai sebuah kecerdasan yang jauh lebih luas dari hanya sekedar “kemampuan atau teknik” untuk berhubungan seks semata. SI juga saya deskripsikan sebagai kecerdasan yang sangat kompleks sebagai sebuah Ilmu pengetahuan yang membahas seks, seksual dan seksualitas (3S) secara sistematis. Karena 3S memiliki tiga deskripsi yang berbeda, tiga hal yang berbeda, tiga aktivitas yang berbeda dengan tiga goals yang berbeda pula serta memiliki tiga hukum sebab-akibat yang berbeda pula.


Sehingga sebagai Ilmu pengetahuan, SI seharusnya memiliki juga model pengajaran yang jelas, sistematis dan empiris. Sehingga bisa diajarkan dengan mudah sesuai usia dan kebutuhannya, serta memberikan nilai manfaat bagi kehidupan manusia.
Karena jika SI dideskripsikan secara tidak tepat, selamanya SI hanya akan dianggap sebagai kecerdasan dengan konotasi negatif. Hanya karena mengandung kata “seksual” yang menempel pada kecerdasan itu. 
Inilah yang kemudian membuat saya melakukan riset panjang selama 9 tahun (2009-2017) tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Terakhir saya melakukan riset ini di Kuta - Bali selama 3 tahun (2014 – 2017).

Hasil riset ini kemudian saya tulis dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals Management. Artinya, Kecerdasan Seksual sebagai dasar manajemen percintaan dan kebersamaan untuk meraih berbagai tujuan dari sebuah hubungan.
Dalam buku SI, saya memaparkan jika manusia sebenarnya tidak ada bedanya dengan hewan jika hanya mengandalkan insting atau naluri dalam urusan seks, seksual dan seksualitas (3S). Banyak contoh persamaannya yang sulit untuk dibantah, karena memang tidak banyak berbeda. Kemudian, Kecerdasan Seksual inilah yang bisa menjadi faktor pembedanya. Bahwa manusia beraktivitas dengan kecerdasan sedangkan hewan yang hanya mengandalkan nalurinya.
Sehingga sungguh sangat bijaksana, jika kita (sebagai manusia) menempatkan berbagai kecerdasan yang dimiliki sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Dalam urusan 3S sebagai sebuah aktivitas, tentu saja membutuhkan kecerdasan yang sama dengan bentuk aktivitasnya. Kecerdasan itu kemudian saya sebut sebagai Kecerdasan Seksual atau Sexual Intelligence.
Sexual Intelligence adalah kemampuan untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan berbagai hal yang berhubungan dengan proses sebab-akibat seks, seksual dan seksualitas yang melekat seumur hidup berdasarkan tujuh kecerdasan seksual.

7 Kecerdasan Seksual adalah berbagai pemahaman tentang 3S dalam aspek agama, biologis, klinis, psikososial, budaya, finansial dan perilaku. Ketujuh aspek inilah yang membangun kualitas SI setiap individu.
Dalam aspek agama, setiap kitab suci telah mengajarkannya dengan sangat detail. Aspek biologis dan klinis, diajarkan melalui ilmu kedokteran. Aspek psikososial, diajarkan dalam ilmu psikologi tentang pengaruh lingkungan dalam membentuk pola perilaku. Aspek Budaya, diajarkan dalam setiap adat dan budaya setiap kelompok masyarakat yang khas. Aspek finansial, telah diajarkan sebagai kewajiban finansial dengan memanfaakan IQ dan skill untuk bekerja. Dan aspek perilaku merupakan gabungan dari semua aspek yang kemudian membentuk SI atau kecerdasan seksual.
Ketujuh aspek inilah yang kemudian membentuk sebuah kesadaran baru dalam percintaan dan kebersamaan melalui perilaku seksual yang lebih baik. Dan SI sama sekali bukan ajaran yang berbau pornografi.


LOVOLOGY ADALAH ....


Lovology adalah ilmu yang mempelajari tentang love and relationhip goals management yang pertama kali dipublikasikan oleh Bara Susanto, seorang lovolog atau pakar lovology pertama Indonesia.
Lovology merupakan model pendidikan karakter yang mengajarkan tentang cinta dan kebersamaan dengan metode yang tepat dan sistematis. Sehingga lovology bisa diajarkan kepada siapapun sesuai usia dan kebutuhannya. Lovology juga mengajarkan tentang bagaimana mengelola sebuah hubungan untuk mencapai relationship goals atau impian sempurna kebersamaan yang diinginkan.
Hasil dari proses pembelajaran lovology ditandai dengan munculnya sebuah kecerdasan yang paling sesuai untuk aktivitas percintaan dan kebersamaan, yaitu Sexual Intelligence (SI) atau Kecerdasan Seksual. Kecerdasan inilah yang kemudian mampu membangkitkan sebuah kesadaran baru dalam memenuhi takdir hidup manusia untuk berpasang-pasangan dan melanjutkan keturunan selanjutnya. Tentu saja perilaku seksual manusia dengan SI akan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan ketika hanya mengandalkan instict atau naluri semata.
Sexual Intelligence (SI) terlebih dahulu saya publikasikan pada akhir 2017 melalui sebuah buku SexualIntelligence – Basic for Relationship Goals. Sedangkan Lovology dalam sebuah buku akan mulai saya publikasikan pada 2018. Keduanya saya publikasikan setelah melakukan riset panjang selama 9 tahun (2009-2017) tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”.
Jadi, lovology adalah ilmu yang tepat untuk mempelajari tentang cinta dan kebersamaan. Sedangkan SI adalah kecerdasan yang tepat untuk membentuk pola perilaku dan menjalankan semua bentuk aktifitas dalam percintaan dan kebersamaan. Sehingga kedua hal ini mampu membentuk sebuah kesadaran baru untuk bisa mengelola cinta dan kebersamaan dengan baik. Serta mampu meraih semua impian sempurna kebersamaan dengan mudah.
  
Baca juga:
Dalam lovology, bentuk kebijaksanaan dalam hidup ini adalah ketika memperlakukan cinta sebagai bentuk aktivitas dengan kecerdasan yang tepat, mampu mendeskripsikan impian sempurna kebersamaan dengan jelas dan meraihnya dengan metode yang tepat. Serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan solusi terbaik dengan cepat dan tepat. Sehingga manusia hidup dengan panduan yang jelas dalam percintaan. Bukan hanya mengandalkan insting seperti yang terjadi selama ini yang menyebabkan mengapa cinta itu buta. Karena lovology menjadikan cinta itu tidak buta.
Tentang percintaan, lovology mengajarkan berbagai wajah dalam cinta dengan menggunakan 7 kecerdasan seksual sebagai acuan dasar pembelajaran dengan batasan dan arah yang jelas. Termasuk juga memahami hukum sebab-akibat yang timbul karenanya. Tentang kebersamaan, lovology mengunakan berbagai pendekatan dan metode untuk mengelola berbagai bentuk hubungan percintaan agar mampu meraih semua impian sempurna kebersamaan. Agar memiliki kebersamaan yang bahagia, harmonis, hebat, sukses dan kaya dengan sangat mudah, nyaman, aman dan memuaskan. Termasuk juga mengelola sebab-akibat yang timbul karenanya.
Intinya, cinta itu adalah anugerah Sang Maha Pecipta yang harus dikelola dengan baik. Karena cinta memiliki konsekuensi hukum sebab-akibat yang nyata di dunia dan benar-benar bisa dirasakan secara langsung seumur hidup. Serta konsekuensi hukum sebab-akibat akhirat yang telah jelas tertulis dalam berbagai kitab suci. Sebab yang baik akan membawa kebaikan pada akhirnya, namun sebaliknya, sebab yang buruk akan membawa keburukan pada kehidupan selanjutnya.
Saya Bara Susanto, Lovolog dan Pakar SI, selalu berharap semoga lovology bisa membangun kesadaran baru dalam percintaan dan kebersamaan. Lovology juga bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan relationship goals atau impian sempurna kebersamaan yang penuh kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan.

Baca juga:

ARTI RELATIONSHIP GOALS YANG SEBENARNYA


Relationship Goals (RG) sering disebut-sebut sebagai wujud tercapainya keinginan bersama pasangan. Pokoknya apapun yang terwujud bersama pasangan, sudah bisa disebut sebagai RG. Bahkan dengan bangganya diupload di medsos dengan hastag #relationshipgoals. Padahal RG-nya hanya sekedar bisa makan malam atau liburan bersama yang kesampaian.
Maaf, jangan sampai gagal paham ya.... relationship goals itu jauh lebih luas dari pada sekedar bisa pacaran, bisa nikah, dinner, jalan bareng atau apapun yang Anda pahami saat ini.
Jadi agar tidak lebay, dalam buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals Management, saya menjelaskan RG secara detail. Tentang arti yang sebenarnya, goals spesifik yang ingin dicapai, bagaimana mewujudkannya, dengan siapa goals itu pantas dicapai, bagaimana mengelola RH dan masih banyak lagi.
Relationship goals terdiri dari kata relationship yang berarti hubungan dan goals yang berarti berbagai tujuan. Arti hubungan dalam RG sebenarnya merupakan bentuk hubungan yang luas. Namun “hubungan” ini lebih sering diartikan sebagai kebersamaan yang bersifat intim.
Saya sendiri baru bisa memahami tentang RG sebagai bentuk impian sempurna kebersamaan setelah melakukan riset panjang selama 9 tahun (2009-2017) tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Bahwa relationship atau kebersamaan dalam percintaan ini memiliki tiga bagian aktifitas utama yang berbeda. Yaitu aktifitas seks, seksual dan seksualitas (3S)yang ketiganya juga memiliki tiga goals yang berbeda.
Artinya tahapan yang benar untuk bisa memahami tentang RG harus diawali dengan pemahaman tentang 3S dengan baik dan benar. Baik secara definisi, aktivitas yang dilakukan dan hubungan sebab-akibatnya. Sehingga bisa menentukan goals berbeda yang lebih jelas, rasional dan disepakati. Baik goals secara pribadi maupun bersama pasangan.


Secara khusus (dijelaskan dalam Bab I), akhirnya saya mendefinisikan semua goals itu menjadi 5 impian sempurna kebersamaan. Inilah yang saya maksud dengan relationship goals atau impian sempurna kebersamaan. Yaitu kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan. Kelima hal ini adalah puncak dari semua harapan, tujuan dan impian hidup manusia yang ingin diraih.
Ada dasar yang kuat untuk menjadikan 5 impian sempurna kebersamaan ini sebagai relationship goals yang bersifat universal. Kelimanya ditulis secara berurutan, kelimanya juga memiliki hubungan sebab-akibat yang erat dan saling mempengaruhi. Sehingga saat ada goals yang tidak tercapai, secara otomatis akan mempengaruhi goals yang lain. Ini adalah kesimpulan dari riset yang bisa saya pertanggungjawabkan.
Kemudian yang terpenting adalah bagaimana cara termudah untuk meraih kebahagiaan, keharmonisan, kehebatan, kesuksesan dan kekayaan ini. Karena dengan ilmu dan kecerdasan yang sesuai, semua impian dalam kebersamaan ini menjadi hak setiap orang. 
Semua itu adalah proses pembelajaran bertahap yang saya ajarkan melalui Lovology sebagai ilmu yang mengajarkan tentang love and relationship goals management. Lovology juga metode yang tepat untuk membangun Sexual Intelligence. Sebuah kecerdasan yang tepat untuk percintaan dan kebersamaan yang selama ini belum pernah diajarkan.