Rabu, 15 November 2017

INSTING VS SEXUAL INTELLIGENCE, MANA YANG LEBIH UNGGUL?


 Insting dan kecerdasan ternyata dimiliki oleh semua makhluk hidup di bumi ini. Manusia, hewan, dan termasuk tumbuhan memiliki keduanya. Namun beberapa hewan diantaranya memiliki kemampuan untuk mengembangkan kecerdasannya dengan kemampuan beradaptasi untuk menemukan cara-cara terbaru dalam aktivitasnya. Artinya, insting dan kecerdasan pada hewan dan tumbuhan lebih bertujuan untuk bertahan hidup.
Sedangkan pada manusia, insting dan kecerdasan bermanfaat untuk menentukan batas kehebatan dan keunggulan individu dalam berbagai aktivitas. Insting dan kecerdasan pun bisa dikembangkan dengan sedemikian rupa sesuai goals yang diinginkan. Namun, dasar insting pada manusia sebenarnya sama dengan hewan, yakni kemampuan untuk beraktivitas dan bertahan hidup. Kecerdasanlah yang kemudian menjadikan insting itu menjadi skill.
Artinya manusia bisa meningkatkan instingnya setelah mengembangkan kecerdasannya. Sedangkan kecerdasan bisa diperoleh melalui serangkaian proses pembelajaran. Jadi, tanpa kecerdasan, insting hanya menjadi kemampuan dasar saja untuk beraktivitas dan bertahan hidup.
Dalam percintaan dan kebersamaan dengan seks, seksual dan seksualitas sebagai tiga aktivitas utamannya, hingga saat ini manusia hanya mengandalkan insting, bukan dengan kecerdasan.
Lha kok bisa?
Dalam buku yang berjudul Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals saya menjelaskan alasannya. Bahwa hingga peradaban ini, manusia hanya mengandalkan insting dalam percintaan. Sebabnya, karena manusia tidak pernah mengembangkan Sexual Intelligence atau Kecerdasan Seksual secara sistematis. Sehingga manusia hanya mampu mengembangkan kemampuan dalam bentuk insting, bukan kecerdasan untuk percintaan dan kebersamaan.


Sebelum buku ini, banyak juga yang mulai berusaha untuk mengembangkan kecerdasan seksual ini dengan model yang berbeda-beda. Misalnya kitab Kamasutra dan Anangga Ranga dari India, The Parfume Garden dari Arab, Serat Centhini dari Jawa dan buku Human Sexual Response saat revolusi sexual di Amerika tahun 60an.
Namun semua itu gagal mengembangkan kecerdasan seksual. Padahal penulisnya adalah orang-orang hebat dan tokoh agama pada masanya. Banyak juga buku-buku modern yang semuanya juga gagal dianggap sebagai kecerdasan yang positif.
Saya pun mulai mempelajari faktor utama sebagai sebab kegagalan itu. Kesalahan pertamannya, tidak mengajarkan seks, seksual dan seksualitas secara lengkap dan sistematis. Kedua, hanya fokus mengajarkan tentang seks dan bagaimana cara untuk lebih menikmatinya. Ketiga, menggunakan bahasa yang fulgar. Keempat, bukan ajaran yang bersifat universal atau bisa diterima oleh siapapun dari belahan dunia manapun, agama apapun dan budaya manapun.
Oleh sebab itu, buku Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals saya tulis untuk bisa mengajarkan tentang seks, seksual dan seksualitas secara lengkap dan sistematis sebagai tiga hal yang berbeda, tiga aktivitas berbeda denga tiga goals yang berbeda pula. Tidak ada bahasa fulgar yang saya gunakan agar tidak dianggap sebagai pornografi. Buku ini juga saya desain agar bisa diterima secara universal oleh siapapun, agama apapun dan budaya manapun.
Sexual Intelligence adalah kemampuan untuk memahami, melakukan dan menyelesaikan berbagai hal yang berhubungan dengan proses sebab-akibat seks, seksual dan seksualitas yang melekat seumur hidup berdasarkan tujuh kecerdasan seksual. Sedangkan insting hanya kemampuan untuk memahami saja dan melakukan sekedarnya.