Rabu, 15 November 2017

BERUNTUNG! GENERASI MILENIAL BISA HIDUP DENGAN SEXUAL INTELLIGENCE


Saat ini memang zamannya generasi milenial atau gen Z. Saya sebagai generasi Y awal – lahir 1977 – berfikir betapa beruntungnya menjadi anak milenial. Karena mereka tumbuh di zaman yang serba lengkap dan moden. Semua fasilitas yang ada di zaman ini sungguh memudahkan berbagai aktivitas yang ingin dilakukan.
Intinya mau ngapain aja menjadi mudah. Hal ini berbeda dengan generasi saya dan bahkan generasi sebelum saya yang hidup dengan fasilitas ala kadarnya. Namun sebenarnya saya termasuk generasi yang juga beruntung. Karena saya bisa menikmati dua zaman yang berbeda. Zaman TV tabung hitam putih yang tebal dan zaman TV plasma yang menjadi tipis.
Kini, saya sedang menikmati zaman dimana anak milenial mulai tumbuh dengan bantuan IT. Mau ngapain aja - mau belajar apa aja, semua juga siap tersaji dilayar smartphone-nya masing-masing. Sehingga siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pintar melalui model belajar yang kekinian ini. Beberapa jenis kecerdasan pun mulai tumbuh sesuai dengan aktivitas yang dibutuhkan. Sehingga anak zaman sekarang memiliki multi-intelligence untuk berbagai aktivitas.    
Namun sungguh benar prediksi saya sepuluh tahun yang lalu. Yang akhirnya menghantarkan saya untuk melakukan riset panjang selama tentang “Pengaruh Perilaku Seks, Seksual dan Seksualitas Dalam Pencapaian Semua Tujuan Hidup Manusia”. Bahwa selama ini ada kekosongan ruang kecerdasan manusia. Bahkan untuk orang yang kecerdasannya paling sempurna sekalipun, atau setidaknya bagi Anda yang merasa sempurna.
Kekosongan yang saya maksud adalah tidak dimilikinya sebuah kecerdasan untuk menjalani percintaan sebagai sebuah aktivitas yang bersifat kompleks. Sehingga manusia masih saja tidak berdaya jika harus berhadapan dengan si Cinta ini.




Kecerdasan itu kemudian saya deskripsikan sebagai Sexual Intelligence atau Kecerdasan Seksual yang dibukukan dengan judul Sexual Intelligence – Basic for Relationship Goals Management. Buku ini merupakan nutrisi bergizi untuk mengisi kekosongan kecerdasan itu. Buku ini berisi jawaban atas pertanyaan tentang percintaan yang belum pernah terjawab secara sistematis dan mudah untuk dipahami selama ini.
Buku SI juga menjawab teori adanya kebahagiaan dan kekecewaan dalam percintaan. Saat cinta mulai membara, kebahagian cinta akan membakar IQ dengan sekejab dan kemudian menghapus logika itu. Sehingga semua hal sudah tidak bisa dilogikakan lagi. Sebaliknya, saat cinta mulai padam, kekecewaan cinta akan kembali membakar IQ lebih parah dan kemudian menghanguskan logika itu.
Sehingga semua hal menjadi halal dilakukan untuk kembali mendapatkan kebahagiaan cinta yang hilang. Saat menjalani kehidupan kebersamaan yang perbandingannya 50:50 antara kebahagiaan dan kekecewaan pun, IQ dan semua kesempurnaan manusia juga terbukti gagal untuk mengembalikan kebahagiaan kembali menjadi 100% seperti di awal percintaan. Saya yakin Anda pun memahami, jika banyak juga yang berakhir dengan 100% kekecewaan, penderitaan dan perpisahan.
Artinya yang kita lakukan selama ini hanyalah mengandalkan “naluri” untuk tetap menjalani percintaan dan kebersamaan dalam kehidupan ini.  Inilah kekosongan kecerdasan itu.
Kebahagiaan dalam percintaan ternyata memberikan kesempatan yang lebih besar daripada manusia yang tidak bahagia percintaannya. Kebahagiaan memberikan kesempatan untuk selalu fokus mewujudkan impian. Sedangkan hidup dalam percintaan yang tidak membahagiakan akan menjadikan kita selalu fokus pada masalah dan solusi dari masalah percintaan.
Jadi inilah yang saya maksud dengan betapa beruntungnya pada anak milenial. Karena saat ini, mereka hidup dengan kecerdasan yang lengkap untuk mempercepat meraih kesuksesan dalam berbagai hal. Berbagai kecerdasan yang telah dimiliki sangat berguna dalam karir dan bisnis untuk mencapai standart kesuksesan finansial yang diinginkan. Sedangkan Sexual Intelligence berguna dalam kehidupan percintaan, pernikahan dan kebersamaan yang pernuh kebahagiaan dan keharmonisan.